Bismillah....
Duhai Suamiku...
Ketika engkau mencintaiku,engkau
menghormatiku...
Dan ketika engkau membenciku, engkau tidak mendzalimiku.
Subhanallah...
Aku masih ingat saat malam pertama kita, saat itu engkau mengajakku shalat
isya' berjama'ah.
Setelah berdo'a engkau kecup keningku lalu berkata:"Dinda, aku ingin
engkau menjadi pendampingku Dunia-Akhirat". Mendengar ucapan itu,akupun
menangis terharu.
Malam itu engkau menjadi sosok seperti sayyidina Ali yang bersujud semalam
suntuk karena bersyukur mendapatkan sosok istri seperti Siti Fatimah.
Apakah begitu berharganya aku bagimu sehingga engkau mensyukuri kebersamaan
kita ini??
Dan malam itu, aku tidak bisa mengungkapkan rasa syukurku ini dengan ucapan.
Aku hanya bisa mengikutimu, bersujud di atas hamparan sajadah cinta.
Tanpa bisa aku bendung,airmata ini tiada hentinya mengalir karena mensyukuri
anugerah Allah yang di berikan padaku dalam bentuk dirimu,, Duhai Suamiku...
Akupun berikrar,aku ingin menjadi sosok seperti Siti Fatimah, dan aku akan
berusaha menjadi istri sebagaimana yang engkau impikan..
Dan ternyata sujud itu bukan hanya di saat malam pertama, setiap kali aku
terbangun pada akhir sepertiga malam, kulihat engkau sedang bersujud dengan
penuh kekhusu'an.
Aku kadang iri dengan keshalihanmu, engkau terlena dalam sujudmu sedang aku
berbaring diatas kasur yang empuk dengan sejuta mimpi.
Suamiku,kenapa engkau tidak membangunkan aku? Padahal aku ingin bermakmum
padamu agar kelak aku tetap menjadi istrimu di syurga. Aku hanya merasakan
kecupan hangat melengkapi tidur malamku saat engkau terbangun untuk melakukan
shalat malam.
Apakah kecupan itu sebagai isyarat agar aku terbangun dari tidurku dan
melaksanakan shalat berjama'ah bersamamu? Atau karena engkau tidak tega
membangunkan aku saat engkau melihat begitu pulasnya aku dalam tidurku??
Suamiku... Aku yakin,dengan ketaatanmu pada agama,engkau akan
membahagiakanku Dunia-Akhirat. Tidakkah agama kita mengajarkan bagaimana suami
harus menyayangi istri, membuatnya bahagia, melindungi dan membuatnya
tersenyum. Dan di sebaliknya, istri harus berbakti pada suami, melayani dan
membuat suaminya terpesona padanya..
Suamiku... Aku tidak peduli siapakah engkau, miskin dan kaya tidak ada
bedanya bagiku.
Aku hanya tertarik pada sosokmu yang sederhana.
Raut wajahmu yang penuh dengan keikhlasan membuatku ingin selalu menatapnya.
Lembutnya sifatmu membuatku yakin bahwa engkau adalah suami yang bisa
menerima segala pemberian Rabb kita dan akan menyayangiku apa adanya.
Aku tidak peduli dengan rumah mungil dan sederhana yang engkau persembahkan
untuk kita tempati bersama. Rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar
kita, dan satu ruangan yang berisi buku-buku terutama buku agama. Namun dari
rumah yang mungil ini,aku melihat taman Syurgawi menjelma disini.
Suamiku... Aku yakin engkau adalah sosok suami yang tejun menimba ilmu dan
memahami agama, dan dengan bekal ini aku yakin engkau bisa membimbingku untuk
meraih Jannah-NYA. Sebagaimana agama kita mengisyaratkan bahwa, barang siapa
berjalan di jalan ilmu, maka Allah akan mempermudah jalan menuju surga.
Saat kulihat engkau begitu berbakti kepada kedua orang tuamu dan senang
menjalin silaturrahim,aku yakin engkau akan berlaku baik pada anak-istrimu.
Suamiku... Aku lihat engkau jarang sekali bicara,tapi masyaAllah kalau
sedang bekerja,
engkau menjadi sosok yang tekun dan ulet. Dan dari tutur katamu, aku
mendengar kata-kata mutiara yang penuh hikmah,sehingga yang tergambar dalam
pikiranku adalah sosok Lukmanul Hakim, sosok suami dan ayah yang selalu
mendidik keluarganya, mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
Duhai Suamiku...
Sungguh aku bangga mempunyai suami sepertimu melebihi
kebanggaanmu padaku... Terima kasih suamiku,karena engkau telah membimbingku...